Padang -media krimsus news
Semua awak kapal yang terdiri dari seratus lebih kapal tangkap ikan natuna merasa tertekan perasaan oleh oknum pejabat Dinas Perikanan yang dikelola oleh Kementerian Kelautan melalui PPS Bungus
Pasalnya para nelayan disarankan untuk migrasi pindah ke pusat, padahal kami para nelayan sudah ada izin dari daerah Propinsi Sumatera Barat, pemindahan ini seakan dipaksakan kalau tidak mau pindah migrasi ke pusat, maka untuk kegiatan penangkapan ikan akan dibatasi
Kalau izin yang dikeluarkan Pemerintah Daerah batas dari bibir pantai hanya 12 mil, jadi kami para nelayan sangat sulit untuk mendapatkan ikan, jangankan ikan tongkol, teripun tidak ada kalau jarak yang ditentukan hanya 12 mil dari bibir pantai
Kalau para nelayan mencari ikan lewat dari12 mil maka sampai kembali ke darat maka para nelayan langsung ditangkap, makanya kalau izin yang dikeluarkan daerah, tidak boleh lebih dari 12 mil. Padahal kami para nelayan Ikan tidak memakai alat tangkap yang berbahaya dan merusak ekosistem laut, kami para nelayan hanya menggunakan alat pancing yang ramah lingkungan dan tidak merusak ekosistem laut, namun kenapa pihak Pemerintah ingin mengajak para nelayan untuk migrasi ke pusat
Aturan PNBP untuk pajak ikan dibayar perkilogramnya Rp.750, -bukan dibayar per ton, padahal izin daerah tidak ada dikenakan pembayaran tersebut. Dan kami para nelayan sudah pernah menjawab pihak pemerintah dan pelabuhan masalah PNBP, kami para nelayan siap membayar kalau pemerintah memang membutuhkan biaya dari kami para nelayan, tapi jangan terlalu banyak aturan aturan yang membingungkan, apalagi adanya pembatasan arah penangkapan hanya dibolehkan sejauh 12 mil saja dan yang lebih dari 12 mil itu harus izin dari pusat, jadi kami para nelayan merasa dikotak kotak
Berikan kami para nelayan tangkap ikan ruang lingkup, dimana ada tuna baik dijarakkan 12 mil atau lebih keatas 12 mil, yang penting kami tidak merusak karena tidak menggunakan alat tangkap yang berbahaya, dan para nelayan kenapa dipaksa untuk memasang alat JPS yang menurut kami tidak ada manfaatnya
Kalau kami melaut lebih dari 12 mil maka kami para nelayan langsung kena cekal dan surat surat kami ditarik langsung di BAP, jadi kami para nelayan tangkap ikan bukannya mendapat pengayoman. Anehnya lagi, kalau kami pulang dalam jangka waktu 10 hari, kami langsung kena sangsi dan didenda, kami harus pulang kedaratan dalam jangka waktu 20 hari, dan jika tidak membawa ikan tuna dan kurang dari kuota, maka kami dipaksakan harus bertanggung jawab untuk membayar sesuai dengan kuota (1.ton) artinya kalau tangkapan ikan kami hanya 500 kg kami harus penuhi untuk membayar sebanyak 1.ton inikan aturan gila, kata para nelayan
Ironisnya kapal nelayan tangkap ikan tuna kami sering ditangkap dengan tuduhan yang tidak jelas dan terkesan hanya dibuat buat, dan kami para nelayan sering mendapat intimidasi, inilah yang membuat kami para nelayan marasa dihantui oleh mereka pihak PPS Bungus yang tidak manusiawi itu.. Melihat situasi, kondisi dan perilaku pejabat PPS Bungus, banyak masyarakat menilai kalau Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus tidak cocok lagi, yang cocok kembali kehabitatnya yang lama yaitu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Bungus, dan harus menjadi perhatian Pemerintah Pusat, karena banyak borok borok yang terselubung akan diungkap kepermukaan kata mereka kepada krimsuspol.
Zainal/Antonius
,
Social Header